"Kalian adalah pemimpin, maka kalian akan dimintai pertanggungjawaban. Penguasa adalah pemimpin, maka akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Suami adalah pemimpin keluarganya, maka akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Istri adalah pemimpin (rumah tangga suaminya), maka akan dimintai pertanggungjawabannya. Pelayan adalah pemimpin (atas harta tuannya), maka akan dimintai pertanggungjawaban atas pengelolaannya. Oleh karena kalian adalah pemimpin, maka kalian akan dimintai pertanggungjawabannya." (H.R. Bukhari-Muslim)
SEMOGA Allah SWT memberi kemampuan pada kita untuk memimpin dengan baik karena gerbong kereta bergantung lokomotifnya, perahu bergantung pada nakhodanya. Bagaimana kita mengharapkan keluarga atau anak menjadi lebih baik bila kita sendiri tidak bisa memimpin dengan baik. Bagaimana kita bisa mengharapkan murid menjadi baik kalau gurunya belum baik. Padahal dalam Islam telah jelas bahwa setiap orang itu adalah pemimpin dan setiap orang akan ditanya tentang kepemimpinannya. Kullukum raa'in wakullukum mas'uulun 'an raaiyyatih.
Jadi, kalau kita mengetahui rahasianya mengapa suatu rumah tangga bisa sukses, kenapa satu organisasi bisa sukses, kenapa sebuah negara bisa sukses, dan rahasia sebetulnya terletak pada pemimpinnya. Kalau pemimpinnya bermutu tinggi, insya Allah akan terangkat derajat semuanya. Akan tetapi, kalau pemimpinnya kurang bagus, bisa rontok semuanya.
Kita tidak hendak menyalahkan siapa pun, tapi kita harus akui bahwa umat kita, bangsa kita sedang mengalami krisis kepemimpinan. Oleh karena itulah, kiranya kita perlu kembali menelaaah dan meneladani kepemimpinan Rasulullah saw. sebab beliau adalah seorang figur pemimpin yang sukses dalam segala sisi. Dalam hal memimpin negara, memimpin umat, memimpin rumah tangga, dan memimpin apapun beliau senantiasa patut menjadi teladan.
Lalu apa sebenarnya kepemimpinan itu? Secara sederhana kepemimpinan adalah kemampuan memengaruhi. Makin kuat pengaruhnya, makin hebat kepemimpinannya. Namun bukankah ada juga penjahat yang berpengaruh? Betul, memang ada orang yang kuat kepemimpinannya, tetapi kekuatannya itu digunakan untuk kebatilan. Jadi, dalam konteks ini, yang kita butuhkan sekarang adalah orang yang mempunyai kemampuan memegaruhi dengan baik pada kebaikan.
Sementara orang yang dipimpin itu pun bermacam-macam modelnya. Ada yang nurut karena diancam. Misalnya, "Hayoh, kalau tidak nurut, Mamah pukul kamu!" Akhirnya sang anak baru mau belajar. Apakah itu pemimpin sejati? Belum tentu, karena saat ibunya tidak ada, mungkin saja mereka akan lari dan merasa senang. Itu namanya bukan memotivasi, tetapi memanipulasi atau membuat orang menuruti perintah, namun jiwanya sendiri menolak.
Ada yang nurut karena diberi hadiah, "Ayo! Siapa yang belajar, nanti diberi uang oleh Mamah 200.000,00 rupiah." Otomatis anak-anaknya pada belajar semua karena Rp 200.000,00-nya, bukan karena kesadarannya. Saat ibunya bilang bahwa uangnya akan dikredit selama 20 tahun, mungkin anak-anak malah bubar dan tidak meneruskan belajarnya.
Banyak orang yang mau nurut karena imbalan, tetapi ketika imbalannya tidak sampai atau ada orang yang memberi imbalan lebih besar, dia malah membangkang. Padahal, pemimpin sejati itu tidak mengandalkan uang, tidak mengandalkan otot, jabatan, kekuasan, tetpi pemimpin sejati benar-benar memimpin dengan kalbunya. Pemimpin sejati adalah mereka-mereka yang memiliki kemampuan menjelajahi hati pengikutnya. Hal itu ditandai dari kepemimpinannya yang apabila makin menempati posisi-posisi tinggi, maka semakin tinggi pula tingkat kearifannya. Pemimpin semacam ini mampu membangkitkan kesadaran orang-orang yang dipimpinnya. Dengan kata lain, dengan kepimpinannya ia justru bisa membuat maju orang-orang yang ia pimpin.
Pemimpin yang akan memimpin umat dengan baik pada awalnya harus bisa memimpin dirinya sendiri. Bagaimana bisa memimpin umat kalau memimpin mata yang dua saja tidak terkendali? Di kantor jelalatan dan segala dilihat. Akibatnya dari mata turun ke hati dan jika tidak pandai mengendalikan diri, ia akan diperbudak nafsu. Tidak sedikit pemimpin yang jatuh kredibilitasnya karena dia berzina, jatuh kredibilitasnya karena wanita atau sebaliknya karena laki-laki sebab pada awalnya tidak bisa memimpin matanya.
Ada pemimpin yang tidak bisa memimpin mulutnya sendiri, bicara seenaknya celetak-celetuk, dan pada akhirnya banyak orang yang merasa sakit hati. Jangan seenaknya mengobral janji pada orang lain karena setiap kali dia bicara dan tidak menepatinya, maka akan banyak orang yang merasa dikhianati.
Tidak sedikit pemimpin yang bicara, "Kamu tidak punya kemampuan sama sekali", hingga bawahannya merasa terhina dan akibatnya adalah turunnya semangat bekerja. Pemimpin yang tidak bisa memimpin mulutnya, ia tidak akan bisa memimpin dengan baik.
Pemimpin juga harus bisa memimpin keinginannya. Lihat mobil bagus, dia ingin, maka seharian di kantor memikirkan mobil yang diinginkan, akibatnya pekerjaan tidak beres. Ada lagi rumah bagus, ingin juga. Padahal sudah punya mobil, sudah punya rumah, tetapi dia terus diperbudak keinginan untuk memperkaya diri dan punya sesuatu yang mewah. Kapan kerjanya? Bisa jadi pekerjaannya adalah diperbudak keinginannya. Oleh karena itu, pemimpin sejati itu adalah pemimpin yang bisa memimpin keinginannya.
Pemimpin yang baik juga bisa memimpin emosinya, memimpin syahwatnya. Jangan sampai dia terpancing karena nafsunya sendiri. Oleh karena itu, kalau kita bercita-cita ingin memimpin orang lain dengan baik, ingin memimpin masyarakat, atau apa pun, syarat pertamanya adalah harus punya kemampuan memimpin dirinya sendiri.
Dan yang paling utama, sesudah memimpin tubuh ini adalah memimpin kalbu. Bagaimana caranya? Jadi, kalau kita jadi pemimpin harus menanyakan pada diri sendiri, "Saya ini sombong tidak? Kalau saya sombong berarti ada orang yang direndahkan oleh saya. Pantangan pertama sebagai pemimpin adalah sombong. Karena semakin sombong berarti semakin banyak orang yang merasa direndahkan. Orang kalau direndahkan akan merasa sakit hati. Saya tidak boleh sombong. Saya harus rendah hati!"
"Saya riya tidak? Kenapa saya ke kantor pakai pamer segala, ingin kelihatan yang paling keren, ingin kelihatan yang paling mewah, dan ingin kelihatan paling bermerek. Apa-apaan jadi pemimpin tukang pamer begini? Apakah yang dipimpin oleh saya senang melihat saya seperti ini? Apakah para karyawan kecil tidak merasa terluka melihat pulpen saya yang harganya jutaan? Apakah karyawan yang bagian mengepel itu tidak terdera hatinya melihat arloji yang harganya puluhan juta? Saya ini riya atau tidak? Apakah saya ini orang yang ujub tidak? Benarkah saya yang paling penting?"
Kalau tidak ada tukang sapu, ruangan kotor, jatuh wibawa kantor kita. Kalau tidak ada satpam, tiap malam tegang memikirkan suasana kantor, tidak bisa tidur diri kita. Kalau tidak ada tukang tik, surat tidak akan sampai. Kalau tidak ada bagian cleaning service, semua berantakan, tidak punya wibawa kita ini. Tidak ada satu pun yang paling hebat di kantor kita, kecuali kebersamaan kita.
Pemimpin yang terus menjaga dirinya untuk tidak sombong, tidak merendahkan orang lain, rindu koreksi, rindu nasihat, pemimpin yang tidak riya (pamer di kantornya), pemimpin yang tidak dengki, adalah pemimpin yang memimpin dengan hati, tidak usah banyak bicara. Orang yang berada di sekitarnya otomatis akan merasa aman dan senang.
Pendek kata, kalau memimpin hati dengan baik, memimpin tubuh dengan baik, insya Allah orang lain lebih mudah dipimpin karena kegagalan pemimpin adalah gagalnya dia untuk memimpin dirinya sendiri. Nabi Muhammad saw. adalah orang yang benar-benar ikhlas, rendah hati, tawadu, tidak ada riya, dan cemerlang pribadinya.
Walaupun tidak punya istana, walaupun tidak pakai mahkota, walaupun tidak pakai tanda jasa, walaupun tidak duduk di singgasana, tidak kurang mulianya sampai detik ini. Pemimpin yang memimpin dirinya, memimpin kallbunya, insya Allah dia akan bisa memimpin orang lain. Wallahua'lam.***
SEMOGA Allah SWT memberi kemampuan pada kita untuk memimpin dengan baik karena gerbong kereta bergantung lokomotifnya, perahu bergantung pada nakhodanya. Bagaimana kita mengharapkan keluarga atau anak menjadi lebih baik bila kita sendiri tidak bisa memimpin dengan baik. Bagaimana kita bisa mengharapkan murid menjadi baik kalau gurunya belum baik. Padahal dalam Islam telah jelas bahwa setiap orang itu adalah pemimpin dan setiap orang akan ditanya tentang kepemimpinannya. Kullukum raa'in wakullukum mas'uulun 'an raaiyyatih.
Jadi, kalau kita mengetahui rahasianya mengapa suatu rumah tangga bisa sukses, kenapa satu organisasi bisa sukses, kenapa sebuah negara bisa sukses, dan rahasia sebetulnya terletak pada pemimpinnya. Kalau pemimpinnya bermutu tinggi, insya Allah akan terangkat derajat semuanya. Akan tetapi, kalau pemimpinnya kurang bagus, bisa rontok semuanya.
Kita tidak hendak menyalahkan siapa pun, tapi kita harus akui bahwa umat kita, bangsa kita sedang mengalami krisis kepemimpinan. Oleh karena itulah, kiranya kita perlu kembali menelaaah dan meneladani kepemimpinan Rasulullah saw. sebab beliau adalah seorang figur pemimpin yang sukses dalam segala sisi. Dalam hal memimpin negara, memimpin umat, memimpin rumah tangga, dan memimpin apapun beliau senantiasa patut menjadi teladan.
Lalu apa sebenarnya kepemimpinan itu? Secara sederhana kepemimpinan adalah kemampuan memengaruhi. Makin kuat pengaruhnya, makin hebat kepemimpinannya. Namun bukankah ada juga penjahat yang berpengaruh? Betul, memang ada orang yang kuat kepemimpinannya, tetapi kekuatannya itu digunakan untuk kebatilan. Jadi, dalam konteks ini, yang kita butuhkan sekarang adalah orang yang mempunyai kemampuan memegaruhi dengan baik pada kebaikan.
Sementara orang yang dipimpin itu pun bermacam-macam modelnya. Ada yang nurut karena diancam. Misalnya, "Hayoh, kalau tidak nurut, Mamah pukul kamu!" Akhirnya sang anak baru mau belajar. Apakah itu pemimpin sejati? Belum tentu, karena saat ibunya tidak ada, mungkin saja mereka akan lari dan merasa senang. Itu namanya bukan memotivasi, tetapi memanipulasi atau membuat orang menuruti perintah, namun jiwanya sendiri menolak.
Ada yang nurut karena diberi hadiah, "Ayo! Siapa yang belajar, nanti diberi uang oleh Mamah 200.000,00 rupiah." Otomatis anak-anaknya pada belajar semua karena Rp 200.000,00-nya, bukan karena kesadarannya. Saat ibunya bilang bahwa uangnya akan dikredit selama 20 tahun, mungkin anak-anak malah bubar dan tidak meneruskan belajarnya.
Banyak orang yang mau nurut karena imbalan, tetapi ketika imbalannya tidak sampai atau ada orang yang memberi imbalan lebih besar, dia malah membangkang. Padahal, pemimpin sejati itu tidak mengandalkan uang, tidak mengandalkan otot, jabatan, kekuasan, tetpi pemimpin sejati benar-benar memimpin dengan kalbunya. Pemimpin sejati adalah mereka-mereka yang memiliki kemampuan menjelajahi hati pengikutnya. Hal itu ditandai dari kepemimpinannya yang apabila makin menempati posisi-posisi tinggi, maka semakin tinggi pula tingkat kearifannya. Pemimpin semacam ini mampu membangkitkan kesadaran orang-orang yang dipimpinnya. Dengan kata lain, dengan kepimpinannya ia justru bisa membuat maju orang-orang yang ia pimpin.
Pemimpin yang akan memimpin umat dengan baik pada awalnya harus bisa memimpin dirinya sendiri. Bagaimana bisa memimpin umat kalau memimpin mata yang dua saja tidak terkendali? Di kantor jelalatan dan segala dilihat. Akibatnya dari mata turun ke hati dan jika tidak pandai mengendalikan diri, ia akan diperbudak nafsu. Tidak sedikit pemimpin yang jatuh kredibilitasnya karena dia berzina, jatuh kredibilitasnya karena wanita atau sebaliknya karena laki-laki sebab pada awalnya tidak bisa memimpin matanya.
Ada pemimpin yang tidak bisa memimpin mulutnya sendiri, bicara seenaknya celetak-celetuk, dan pada akhirnya banyak orang yang merasa sakit hati. Jangan seenaknya mengobral janji pada orang lain karena setiap kali dia bicara dan tidak menepatinya, maka akan banyak orang yang merasa dikhianati.
Tidak sedikit pemimpin yang bicara, "Kamu tidak punya kemampuan sama sekali", hingga bawahannya merasa terhina dan akibatnya adalah turunnya semangat bekerja. Pemimpin yang tidak bisa memimpin mulutnya, ia tidak akan bisa memimpin dengan baik.
Pemimpin juga harus bisa memimpin keinginannya. Lihat mobil bagus, dia ingin, maka seharian di kantor memikirkan mobil yang diinginkan, akibatnya pekerjaan tidak beres. Ada lagi rumah bagus, ingin juga. Padahal sudah punya mobil, sudah punya rumah, tetapi dia terus diperbudak keinginan untuk memperkaya diri dan punya sesuatu yang mewah. Kapan kerjanya? Bisa jadi pekerjaannya adalah diperbudak keinginannya. Oleh karena itu, pemimpin sejati itu adalah pemimpin yang bisa memimpin keinginannya.
Pemimpin yang baik juga bisa memimpin emosinya, memimpin syahwatnya. Jangan sampai dia terpancing karena nafsunya sendiri. Oleh karena itu, kalau kita bercita-cita ingin memimpin orang lain dengan baik, ingin memimpin masyarakat, atau apa pun, syarat pertamanya adalah harus punya kemampuan memimpin dirinya sendiri.
Dan yang paling utama, sesudah memimpin tubuh ini adalah memimpin kalbu. Bagaimana caranya? Jadi, kalau kita jadi pemimpin harus menanyakan pada diri sendiri, "Saya ini sombong tidak? Kalau saya sombong berarti ada orang yang direndahkan oleh saya. Pantangan pertama sebagai pemimpin adalah sombong. Karena semakin sombong berarti semakin banyak orang yang merasa direndahkan. Orang kalau direndahkan akan merasa sakit hati. Saya tidak boleh sombong. Saya harus rendah hati!"
"Saya riya tidak? Kenapa saya ke kantor pakai pamer segala, ingin kelihatan yang paling keren, ingin kelihatan yang paling mewah, dan ingin kelihatan paling bermerek. Apa-apaan jadi pemimpin tukang pamer begini? Apakah yang dipimpin oleh saya senang melihat saya seperti ini? Apakah para karyawan kecil tidak merasa terluka melihat pulpen saya yang harganya jutaan? Apakah karyawan yang bagian mengepel itu tidak terdera hatinya melihat arloji yang harganya puluhan juta? Saya ini riya atau tidak? Apakah saya ini orang yang ujub tidak? Benarkah saya yang paling penting?"
Kalau tidak ada tukang sapu, ruangan kotor, jatuh wibawa kantor kita. Kalau tidak ada satpam, tiap malam tegang memikirkan suasana kantor, tidak bisa tidur diri kita. Kalau tidak ada tukang tik, surat tidak akan sampai. Kalau tidak ada bagian cleaning service, semua berantakan, tidak punya wibawa kita ini. Tidak ada satu pun yang paling hebat di kantor kita, kecuali kebersamaan kita.
Pemimpin yang terus menjaga dirinya untuk tidak sombong, tidak merendahkan orang lain, rindu koreksi, rindu nasihat, pemimpin yang tidak riya (pamer di kantornya), pemimpin yang tidak dengki, adalah pemimpin yang memimpin dengan hati, tidak usah banyak bicara. Orang yang berada di sekitarnya otomatis akan merasa aman dan senang.
Pendek kata, kalau memimpin hati dengan baik, memimpin tubuh dengan baik, insya Allah orang lain lebih mudah dipimpin karena kegagalan pemimpin adalah gagalnya dia untuk memimpin dirinya sendiri. Nabi Muhammad saw. adalah orang yang benar-benar ikhlas, rendah hati, tawadu, tidak ada riya, dan cemerlang pribadinya.
Walaupun tidak punya istana, walaupun tidak pakai mahkota, walaupun tidak pakai tanda jasa, walaupun tidak duduk di singgasana, tidak kurang mulianya sampai detik ini. Pemimpin yang memimpin dirinya, memimpin kallbunya, insya Allah dia akan bisa memimpin orang lain. Wallahua'lam.***
Oleh K.H. ABDULLAH GYMNASTIAR
Sumber : Pikiran rakyat
Sumber : Pikiran rakyat
Comments (0)
Posting Komentar
Tafadhal for give comment